Island Of The Dead Dolls
Pemeran Dalam Cerita :
Ragandera Darmaloka sebagai Aku, yang divisualisasikan oleh Wong Yukhei.
Arunadaya sebagai teman, yang divisualisasikan oleh Song Yuqi.
—
Xochimilco, 30 Mei 2019.
"Bukannya sudah kubilang jika di sini indah?"
Aku menghembuskan nafas dengan kasar, sombong sekali nada bicara temannya yang satu ini.
"Ya aku tau, lagipula perbaiki nada bicaramu yang menyebalkan itu Aruna." Aku mengingatkannya, lalu menyeret masuk koper hitamku ke dalam hotel.
Aruna hanya mengendikan bahunya acuh tak acuh, lalu mengikutiku masuk ke dalam hotel dengan koper biru muda di tangannya.
Sedikit informasi, sekarang aku sedang berada di Mexico, tepat nya di kota Xochimilco. Aku kemari bersama lima orang temanku dalam rangka sedang menjalani liburan, dan salah satu dari lima temanku adalah Aruna.
Lima orang temanku sudah terlebih dahulu berada di hotel, aku dan Aruna sedikit telat karena tadi taxi yang kami gunakan sempat terkena macet.
"Kata teman-teman, kamarmu berada di nomor 79." Aruna tiba-tiba berhenti dan membalikkan badannya dengan handphone yang menunjukkan chat dengan teman-teman.
Aku mengangguk lalu dengan cepat mengadahkan tangan ke hadapan Aruna. "Mana kunci kamarku?"
"Oh iya, aku lupa." Aruna dengan cepat membuka tas slempang nya dan memberikan kunci kamar kepadaku.
Aku tersenyum, mengambil kunci tersebut lalu mengusak pelan kepala Aruna dan menyeret koperku menuju kamar 79, meninggalkan Aruna yang mendecih sebal karena rambutnya yang telah kuberantakan.
—
Ku rasa aku sudah gila.
Untuk apa aku mendayung sebuah perahu menuju hutan terlarang hanya karena sebuah chat gila dari Aruna?
Aruna Bodoh
| Raga!!!
| Aku punya tantangan untukmu
13.35
Apa itu? |
Read
| Di sekitar daerah sini ada sebuah hutan terlarang yang berisi boneka
| Ambilkan satu boneka untuku
| Dan aku akan mentraktirmu makan selama setahun di restoran gazalabi!
13.36
Serius? |
Hanya mengambil boneka itu? |
Baiklah, akan kulakukan |
Tanpa berpikir panjang aku segera mencari di internet tentang hutan berisi boneka itu dan segera menuju ke sana.
Hei, lagipula siapa yang akan menolak makanan gratis? Tentu saja jika itu aku, maka aku tidak akan menolaknya.
Terus mendayung perahu hingga hutan tersebut tampak dalam penglihatanku.
"Wah, cukup jauh juga ya menuju hutan ini." Aku bergumam, turun dari perahu dengan tas di pundaku lalu berjalan menelusuri hutan tersebut.
Takjub dan menyeramkan, itu kata yang dapat mendeskripsikan hutan ini disaat pertama kali aku melihatnya.
Banyak boneka lama yang tergantung di pohon dan jatuh ke tanah, ranting pohon dan semak belukar menambah kesan menyeramkan dari hutan ini.
"Sepertinya menelusuri tempat ini sebentar saja tidak akan menjadi masalah."
Aku tau, seharusnya aku tinggal mengambil salah satu boneka dan segera kembali ke hotel, tapi percayalah jika hutan ini memiliki kekuatan seperti menghipnotis.
Seperti... mengajaku untuk terus menjelajahi nya.
'TEP TEP'
Nafasku tercekat, aku sadar betul jika sedari awal di hutan ini tidak ada siapa-siapa, karena sedari aku masuk tidak ada tanda kehidupan di sini!
Lalu, barusan itu suara apa? Kenapa suaranya sangat mirip dengan langkah kaki seseorang?
Tanpa berpikir panjang, aku dengan asal mengambil salah satu boneka lalu memasukkannya ke dalam tas ku.
"Gila! Kenapa tiba-tiba di sini suasananya terasa sangat mencekam!"
Aku berlari menuju tempat semula di mana aku meletakkan perahuku semula, berlari melewati banyak boneka menyeramkan yang menggantung di ranting pohon, seakan mereka mencoba untuk mengulitiku dengan tatapan kosong mereka.
"Seharusnya kau tidak perlu masuk ke sini, karena kau tak akan bisa keluar selamanya."
Tidak! Tidak! Tidak ada yang berbicara, aku yakin itu!
Terlalu sibuk berlari sembari meyakinkan diri jika tadi tidak ada suara sama sekali, hingga ....
"Kenapa .... kenapa aku kembali ke tempat ini lagi?"
Nafasku lagi-lagi tercekat, kenapa .... kenapa aku kembali ke tempat di mana aku mengambil salah satu boneka tadi?!
'TAP'
Tubuhku membeku, seseorang menepuk bahuku dari belakang.
"Seharusnya kau tak perlu menginjakkan kakimu disini."
Dan, pandanganku memburam seketika.
—
'BUGH'
"ARGH! SAKIT BAJINGAN!"
Tubuhku tersentak, menyebabkan tali yang mengikat tubuhku menjadi sedikit longgar, tadi kakiku dipukul menggunakan balok kayu dengan kasar oleh seseorang yang menggunakan topeng bonekanya.
"Lepaskan aku brengsek! Apa aku pernah mempunyai masalah denganmu hingga kau mengurungku dan memukuliku seperti ini?!"
Tidak perduli dengan darah yang keluar dari belakang kepalaku karena tadi juga dipukul, aku terus menanyainya dengan berbagai pertanyaan walau ia tidak akan menjawabnya.
"Kau tidak mengingat topengku?"
Sial, untuk pertama kalinya semenjak ia mengurungku disini akhirnya ia bersuara, tapi kenapa suaranya sungguh sangat mengerikan?!
"Aku tidak ingat! Dan aku tidak perduli!" ucapku tegas.
Lagi, kepalaku dipukul dengan balok kayu tersebut hingga rasanya kulit kepalaku akan terkelupas karena terkena paku dari balok kayu ditangannya.
"Seharusnya kau diam, tetap tinggal di hotel dengan teman-temamu dan tak menginjakkan kaki di sini."
Pandanganku sudah sangat buram, selain karena sakit dari kepala namun juga karena darah dari luka di kepalaku menetes melewati mata.
Ah! Akhirnya aku ingat!
"Bukannya topengmu sama dengan boneka yang aku ambil tadi?!"
Suasana menjadi hening disaat aku mengatakannya, lalu tiba-tiba saja dia tertawa, tertawa dengan sangat keras hingga membuatku telingaku ingin lepas saat mendengarnya.
"KAU BENAR! KARENA KAU TELAH INGAT, MAKA AKU AKAN MEMBERIKANMU TANTANGAN!"
Sial, tau begini lebih baik dia tak usah bersuara, tak berlebihan jika aku mengatakan suaranya dapat membuatmu menjadi gila seketika disaat kau mendengarnya.
"Apa tantangan tersebut?" tanyaku dengan nada menantang.
"Kau kuberikan kesempatan untuk melarikan diri dari hutan ini dalam 100 detik, lalu setelah 100 detik tersebut kau belum juga keluar dari hutan ini, maka aku bersumpah kau tidak akan pernah bisa keluar dari sini."
Aku terkejut mendengarnya, apa dia gila? hanya 100 detik? dia pasti sedang bercanda!
Dan tanpa kusadari ia telah membuka semua ikatan tali yang melilit di seluruh tubuhku.
Tanpa babibu lagi, aku segera berlari meninggalkannya yang ternyata tengah menghitung.
'GUBRAK'
Sial, kakiku tersandung! Dan itu rasanya sakit sekali mengingat tadi kakiku telah dipukul dengan balok kayu hingga terluka parah.
"Oh! Ini tasku tadi!" Ternyata penyebab aku tersandung barusan karena ulah tasku sendiri.
Dengan segera aku mengambil tas tersebut dan terus berlari tertatih tanpa perduli kakiku sudah tampak seperti kaki zombie.
Sial! Kenapa hutan ini luas sekali? Perasaan disaat pertama kali aku menginjakkan kaki di sini hutan ini tidak terlihat begitu luas! Mana sekarang langit sudah mulai menggelap lagi!
"Mati!"
"Air!"
"Tidak akan bisa selamat!"
"Buang boneka!"
Tolong katakan jika aku hanya berhalusinasi! Karena sekarang aku sedang melihat boneka-boneka tersebut sedang berbicara padaku!
"WAKTUMU HABIS!"
"RAGANDERA, KAU BERADA DI MANA?!"
Aku cukup yakin jika aku mendengar dua suara seseorang yang berbeda. Yang pertama suara dari si bajingan bertopeng boneka tersebut dan suara yang satunya adalah...
"ARUNA! AKU DI SINI!"
Aku berlari lagi, berlari mengikuti arah di mana suara Aruna bergema tanpa perduli jika waktuku sudah habis dan bisa saja ditemukan oleh bajingan bertopeng tersebut.
Di sana! Di sana ada Aruna sedang melambaikan tangannya padaku!
Dengan segera aku menghampirinya, dan Aruna segera memelukku dengan tangisan dibalik dekapannya.
"Maafkan aku telah membuatmu menjadi seperti ini, sekarang ayo kita kembali!"
Tanganku digenggamnya dan dibawanya berlari menuju sebuah tempat di mana ada sebuah perahu dengan seorang pendayung di sana.
Dengan segera kami berdua naik ke atas perahu tersebut dan meninggalkan hutan boneka ini.
—
"Aku tidak berpikir jika kau akan senekat ini Ragandera," ucap Aruna disaat aku menunjukkan boneka yang berada di dalam tas ku kehadapannya.
"Ya, hanya ini yang kudapat sedangkan Kepalaku hampir saja robek dan kakiku seperti akan patah," ucapku.
Kembali hening, hanya terdengar suara riak air yang dihasilkan oleh pergerakan perahu.
Tunggu, aku baru saja teringat akan sesuatu ....
"Aruna, bukannya kau sangat takut dengan berada di atas air? Dan sejak kapan kau memanggilku dengan nama lengkap?" Suaraku memelan di ujung kalimat.
Kembali, suasana mencekam itu kembali disaat aku tidak mendapatkan balasan sama sekali dari Aruna.
"Bukannya sudah kubilang jika kau tidak akan bisa keluar dari sini jika waktumu sudah habis?"
SELESAI
Komentar
Posting Komentar